Fatwa Ulama: Hukum Meninggalkan Istri dan Anak-Anak untuk Safar Bersama Istri Kedua
Pertanyaan:
Suami saya menikah lagi dan tinggal berbeda kota dengan saya berjarak 9 jam perjalanan. Dia pergi ke tempat istri kedua tersebut dan meninggalkan saya dan anak saya yang masih kecil di rumah selama lebih dari 1 minggu dalam sebulan. Dan saya tidak memiliki mahram sama sekali. Tidak dari keluarga saya maupun keluarga suami saya. Saya khawatir atas diriku dan takut dengan kesendirian saya. Apakah suami saya berhak melakukan hal tersebut, atau teranggap berbuat zalim kepada saya dan anak-anak saya?
Jawab:
Alhamdulillah.
Wajib bersikap adil di antara kedua istri dalam hal pembagian, yakni pembagian jatah bermalam, baik itu di kota yang sama atau di dua kota yang berbeda.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya khilaf di kalangan ulama mengenai wajibnya sama rata dalam jatah bermalam antara para istri. Allah Ta’ala berfirman,
وعاشروهن بالمعروف
‘Dan pergaulilah mereka dengan ma’ruf.’
Dan berat sebelah bukan termasuk ma’ruf. Allah Ta’ala berfirman,
فلا تميلوا كل الميل فتذروها كالمعلقة
‘Maka janganlah kamu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.`” (Al-Mughni, 7: 301)
Beliau (Ibnu Qudamah) rahimahullah berkata, “Maka jika istrinya berada di dua kota berbeda, maka wajib atasnya untuk senantiasa bersikap adil di antaranya, karena ia telah memutuskan tinggal berjauhan di antara keduanya, tidak terhalang hak istri-istrinya atas dirinya disebabkan hal tersebut. Dia bisa pergi bersama istri yang tidak berada bersamanya pada hari-harinya atau dia mendatangi istrinya tersebut, atau pindahkan keduanya di satu kota yang sama. Jika dia menolak untuk datang, maka haknya hilang untuk ditaati.
Jika harus tinggal di dua kota yang berbeda, dan tidak mungkin berbagi malam 1 malam (di sini) 1 malam (di sana), maka usahakan pembagian yang memungkinkan, seperti sebulan-sebulan, atau lebih atau kurang dari itu, dipilih yang paling mungkin, dan berdasarkan jauh atau dekatnya jarak kota tersebut.” (Al-Mughni, 7: 311)
Dan kepada suamimu hendaknya berbagi malam dengan adil, jika dia seminggu di tempat istri kedua, maka demikian juga seminggu bersamamu, jika sebulan di tempat istri kedua, maka wajib juga di tempatmu sebulan. Jika dia tidak melakukannya, maka dia telah berbuat zalim membawa dirinya kepada azab yang keras.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
“Barangsiapa memiliki dua istri dan condong pada salah satunya, maka dia akan datang di hari kiamat dalam keadaan miring sebelah.” (HR. Abu Daud no. 2133, An-Nasaa’i no. 3881, disahihkan oleh Al-Albani)
Dan jika perkara tersebut terjadi seperti yang Anda sampaikan dalam pertanyaan, suami Anda bermalam selama seminggu setiap bulan di tempat istri kedua, maka ini lebih sedikit dari hak dia dalam pembagian malam, maka tidak ada yang perlu Anda permasalahkan, bahkan istri keduanya berhak menuntut lebih dari itu, hingga jatahnya sama dengan Anda.
Adapun anak-anak, jika mereka takut dan akan berbahaya karena ketidakhadiran suami Anda (ayah anak-anak), maka hal tersebut zalim atas anak-anak. Dan wajib atasnya untuk mempertimbangkan mashlahat (kebaikan) anak-anak, begitu juga istrinya. Jika memungkinkan, ia menyatukan tempat tinggal di kota yang sama, atau dua kota berbeda yang berdekatan, maka akan lebih baik untuk Anda dan suami, dan lebih dekat rumahnya dengan anak-anaknya, dan lebih mudah merawat keluarganya.
Dan hendaknya Anda menasihati suami Anda dengan cara terbaik, mengingatkannya untuk adil, tidak condong pada istri kedua maupun Anda, dan kembalikan kepada ulama untuk mengetahui hukum yang atas perkara Anda ini.
Baca Juga: Poligami, Bukti Keadilan Hukum Allah
***
Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP
Artikel: Muslim.or.id
Sumber: https://islamqa.info/ar/answers/437743/
Artikel asli: https://muslim.or.id/83470-hukum-meninggalkan-istri-dan-anak.html